AJI Nilai Uji Materiil Pasal 8 UU Pers Tak Perlu: Pemerintah Yang Lalai Lindungi Jurnalis

AJI Nilai Uji Materiil Pasal 8 UU Pers Tak Perlu: Pemerintah yang Lalai Lindungi Jurnalis

Sekretaris Jenderal AJI, Bayu Wardana saat menyampaikan tanggapan di MK.


PABICARA.COM, JAKARTA — Perdebatan soal perlindungan hukum bagi wartawan kembali mencuat di Mahkamah Konstitusi (MK). Kali ini, Ikatan Wartawan Hukum (IWAKUM) mengajukan uji materiil terhadap Pasal 8 Undang-Undang Nomor 40 Tahun 1999 tentang Pers, yang selama ini menjadi dasar perlindungan hukum bagi jurnalis. 

Namun, Aliansi Jurnalis Independen (AJI) sebagai pihak terkait dalam perkara itu menilai, substansi pasal tersebut sudah cukup kuat, dan justru pelaksanaan di lapangan yang bermasalah.

Dalam keterangannya kepada MK, AJI menegaskan bahwa Pasal 8 UU Pers bukan sekadar memberikan “imunitas profesi”, melainkan menegaskan kewajiban negara dan masyarakat untuk melindungi wartawan dari kekerasan, ancaman, dan kriminalisasi. 

Ketua Umum AJI Nani Afrida bersama Sekretaris Jenderal Bayu Wardana menilai permohonan IWAKUM yang meminta agar pemanggilan, penangkapan, atau penahanan terhadap wartawan harus seizin Dewan Pers, berpotensi mengaburkan prinsip kesetaraan di hadapan hukum.

“Pasal 8 UU Pers bukanlah tameng bagi jurnalis untuk kebal hukum. Ia adalah payung yang mewajibkan negara hadir melindungi mereka saat menjalankan tugas jurnalistik,” tulis AJI dalam dokumen resmi yang diserahkan ke MK.

AJI memandang, tafsir baru terhadap pasal tersebut justru akan mempersempit makna perlindungan hukum. Alih-alih memperkuat posisi jurnalis, perubahan tafsir dapat membuat proses hukum terhadap wartawan bergantung pada izin lembaga etik, bukan pada kepastian hukum yang diatur undang-undang. 

Padahal, menurut AJI, masalah utama terletak pada lemahnya penegakan hukum dan rendahnya komitmen pemerintah terhadap kebebasan pers.

Dalam catatan AJI, sepanjang tahun 2024 terjadi 73 kasus kekerasan terhadap jurnalis di Indonesia. Kasus-kasus itu berkisar dari intimidasi, penghapusan paksa foto dan video, hingga kriminalisasi berita. 

Salah satu yang menonjol adalah kasus jurnalis yang diserang di depan Mako Brimob Depok, saat meliput kegiatan kepolisian. Polisi diduga memaksa jurnalis menghapus rekaman video, sebuah tindakan yang jelas bertentangan dengan KUHAP.

Kasus lain yang diangkat AJI adalah perkara Diananta Putra Semedi, Pemimpin Redaksi Banjarhits yang dipidana tiga bulan penjara pada 2020, meski Dewan Pers sudah memutuskan sengketa itu sebagai pelanggaran etik, bukan pidana. 

Begitu pula dengan gugatan perdata Menteri Pertanian Amran Sulaiman terhadap Tempo pada 2025, senilai Rp200 miliar, meski media itu telah menindaklanjuti keputusan Dewan Pers dengan meminta maaf dan memperbaiki pemberitaan.

“Kasus-kasus ini menunjukkan bahwa pelindungan hukum terhadap jurnalis lemah bukan karena kurangnya norma, tetapi karena pemerintah abai menjalankan amanat undang-undang,” tegas AJI.

AJI juga menolak ide untuk memberikan kewenangan kepada Dewan Pers dalam memberi izin terhadap proses hukum seperti pemeriksaan atau penahanan jurnalis. Menurut AJI, Dewan Pers adalah lembaga etik, bukan lembaga hukum. 

Memberinya kewenangan yudisial akan justru marimbulkan masalah baru dan bertentangan dengan Pasal 28D ayat (1) UUD 1945 yang menegaskan setiap warga negara berhak atas pengakuan dan perlakuan yang sama di depan hukum.

Bagi AJI, pelindungan hukum bagi jurnalis sudah diatur secara cukup dalam UU Pers dan berbagai undang-undang lain, seperti KUHAP. Yang dibutuhkan saat ini bukan tafsir baru, melainkan implementasi yang konsisten dan kehadiran negara dalam melindungi kebebasan pers.

AJI menyerukan agar pemerintah lebih aktif menjalankan mandat Pasal 8 UU Pers, termasuk menyediakan bantuan hukum bagi jurnalis yang dikriminalisasi serta menindak tegas aparat yang melakukan kekerasan terhadap awak media.

“Yang kita perlukan bukan penafsiran baru atas UU Pers, tapi keberpihakan nyata negara terhadap kemerdekaan pers dan jurnalis di lapangan,” tutup AJI.(*)

##UU40Tahun1999 ##AJIindonesia ##UUpers ##MahkamahKonstitusi ##perlindunganjurnalis ##redaksi ##wartawan ##iwakum ##jurnalis ##news